Baru-baru ini dunia dikejutkan dengan sebuah aplikasi permainan yang sebenarnya sangat sederhana, namun begitu fenomenal. Hampir semua pengguna gadget tentu akrab dengan fenomena “Flappy Bird”, sebuah permainan yang konsepnya sangat sederhana (namun bagi sebagian orang sangat sulit, sangat sederhana), nyaris tanpa tujuan selain menghindari tabrakan dengan pipa-pipa, dan tidak ada ‘menang’. Ada beberapa fakta menarik dibalik fenomenalnya berita ini. Pertama, bahwa Dong Nguyen, pembuat game tersebut, sebenarnya telah mempublikasikan Flappy Bird sejak Mei 2013. Permainan itu tidak mendapat respon yang sangat sensasional, sampai ketika pada Januari 2014, seorang pengguna akun YouTube asal Swedia, Felix Kjellberg, membuat video berisi daftar permainan favoritnya dan menempatkan Flappy Bird sebagai salah satunya. Sejak saat itu, Flappy Bird mulai menarik perhatian. Kedua, beberapa sumber menyebutkan bahwa Dong Nguyen berhasil meraup untung hingga US$ 50.000 setiap harinya sejak Flappy Bird menjadi pusat perhatian dunia. Ketiga, dan yang paling menarik, Dong Nguyen telah memutuskan untuk menghapus Flappy Bird per tanggal 19 Februari 2014 sehingga tidak lagi dapat diunduh.
Sebagai seorang pengembang aplikasi permainan (games developer), Dong Nguyen tentu dapat dikatakan sangat berhasil karena karyanya telah diunduh lebih dari 50 juta pengguna, sehingga membuat Flappy Bird sebagai aplikasi permainan terfavorit selama tahun 2014 ini. Bagi kebanyakan orang, Dong Nguyen telah mencapai kesuksesannya karena berhasil meraih keuntungan dengan cara yang halal, mendapat pengakuan atas karya originalnya, serta sedang berada dalam pintu karier yang sangat menjanjikan. Lalu apa yang membuatnya memutuskan untuk justru ‘membuang’ mesin uang dan kepopulerannya itu?
Jika dianalisis dari sisi psikologis, semua teori psikologi sepakat bahwa segala tindakan manusia diarahkan untuk mancapai kebahagiaan. Hampir seluruh teori kepribadian mendukung pernyataan bahwa tujuan hidup manusia ialah untuk memperoleh kebahagiaan. Survival of the fittest pada dasarnya juga dapat dikaitkan dengan tujuan tersebut: bahwa manusia akan bahagia ketika terbebas dari ancaman dan bahaya, sehingga terus berjuang memperoleh kebahagiaannya. Orang yang bahagia ialah orang yang memaknai peristiwa dalam hidupnya sebagai sesuatu yang memberikan kepuasan dan membangkitkan rasa senang. Jadi, bukan peristiwa yang membuat seseorang bahagia, namun pemaknaan akan peristiwa itulah yang menimbulkan kebahagiaan.
Dalam statistik, kita mengenal istilah skor dan value. Keduanya sama-sama dapat diterjemahkan sebagai ‘nilai’, namun sebenarnya keduanya bermakna berbeda. Value merupakan nilai dari sebuah nilai; penghayatan atau pemaknaan dari sebuah skor. Jika dikaitkan dengan kebahagiaan, value merupakan penghayatan yang menimbulkan kebahagiaan sedangkan skor merupakan peristiwa yang merangsang penghayatan tersebut. Berpenghasilan US$ 50.000 per hari merupakan ‘skor’, peristiwa, yang merangsang kebahagiaan. Namun ketika hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip serta nilai-nilai yang dianut dalam hidup, maka peristiwa itu tidak membangkitkan rasa bahagia.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh berbagai media, Dong Nguyen menganggap bahwa karyanya merupakan “overly success”. Ia tidak nyaman menjadi pusat perhatian dunia, menjadi seorang milioner, dan menjadi sorotan media. Oleh karenanya, ketika berita tentang dirinya menjadi begitu fenomenal, hal itu tidak dimaknai sebagai sesuatu yang membuatnya bahagia, bahkan justru membuatnya menjadi tidak bahagia.
Di era materialistik seperti ini, ketika segala sesuatu diukur dengan angka dan bukan dengan nilai, orang-orang seperti Don Nguyen bisa jadi merupakan orang yang langka. Menjelang Pemilu Caleg dan Capres, banyak oknum yang tergila-gila dengan skor dan angka sehingga hanya berfokus pada persentase yang tinggi dalam survei, jumlah pendukung yang banyak, dan mencari dana kampanye sebanyak-banyaknya. Akibatnya, korupsi merajalela demi meningkatkan ‘angka’ aset dan modal untuk berkampanye. Ketika orang-orang yang seperti ini duduk di kursi pemerintahan, nilai-nilai luhur yang seharusnya dianut justru direduksi menjadi sekedar pencapaian angka-angka saja. Mereka bukan lagi berani bayar harga demi Pancasila, melainkan mentransaksikan Pancasila demi keuntungan segelintir pihak. Politik bukan lagi menjadi sistem untuk kemajuan bangsa, tetapi menjadi suatu pasar tempat terjadinya transaksi untuk meraup keuntungan pihak tertentu.
Semoga Flappy Bird bukan hanya meninggalkan air mata bagi orang-orang yang sudah terlanjur teradiksi dengan permainannya, tetapi juga dapat menginspirasi mereka yang duduk dan akan duduk di kursi-kursi pemerintahan, serta mereka yang selama ini berusaha membayar kebahagiaan dengan angka.
“It is not how much we have, but how much we enjoy, that makes happiness.” – Charles Spurgeon
Comments